Dalam perspektif ini, menurut Fisher (1990:228-266) komunikasi dikonseptualisasikan sebagai interaksi manusiawi pada masing-masing individu. Walaupun interaksi itu sering juga disamakan dengan komunikasi terutama komunikasi dua arah, namun dalam paradigma ini, konsep itu tidak berlaku.
(Christo Napitupulu, academia.edu, 2014:7-8)
Interaksionisme bukan hanya memandang interaksi sebagai proses komunikasi yang merupakan bagian dari pengalaman diri namun lebih menerangkan perkembangan diri individu tersebut. Melalui proses penunjukan diri, Self Improvement’ ini dilihat dalam bagaimana individu dapat ‘bergerak keluar’ dari diri dan melibatkan dirinya dalam introspeksi / pengoreksian diri dari sudut pandang orang lain.
Individu dinilai dapat mengambil peran di luar konsep dirinya yang memungkinkan adanya pengembangan diri semata-mata sebagai proses sosial (adaptasi) dalam proses introspeksi maupun ekstrospeksi. Pengambilan peran di sini dinilai sebagai unsur sentral sekaligus merupakan unsur yang unik pada interaksi dalam komunikasi manusia.
Perspektif interaksional menekankan tindakan yang bersifat simbolis dalam suatu perkembangan yang merupakan proses dari komunikasi manusia. Penekanan terhadap tindakan inilah yang menunjang munculnya pengambilan peran untuk mengembangkan tindakan bersama atau mempersatukan tindakan indicidu dengan individu lain untuk membentuk suatu kolektivitas. Tindakan bersama dari kolektivitas tersebut menggambarkan adanya pengelompokkan sosial dengan perasaan kebersamaan yang memungkinkan adanya timbal balik di dalamnya.
Dalam perspektif ini, terdapat sistem perilaku yang dipahami dari komunikasi. Komponen-komponennya berupa pola, interaksi sistem, struktur, dan fungsi. Fokus utamanya terdapat pada perilaku interaktif.
Menurut Arifin (2003: 34), karakteristik utama paradigm interaksional ialah penonjolan nilai individu di atas segala pengaruh yang lainnya. Hal itu disebabkan manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan, serta masyarakat dan buah pikiran. Justru itu, setiap bentuk interaksi sosial dimulai dan berakhir dengan mempertimbangkan diri manusia. Itulah sebabnya perspektif ini, dipandang paling manusiawi di antara semua perspektif komunikasi yang ada. (Christo Napitupulu, academia.edu, 2014:7-8)
Perspektif Interaksional dalam komunikasi sangat sering dinyatakan sebagai komunikasi dialogis. Terjadi suatu dialog antara orang yang sedang berkomunikasi tentunya. Manusia saling berdialog dengan terbuka, pengungkapan diri dan saling memberi pengertian dengan pengembangan diri melalui interaksi sosial.
Manusia sebagai pelaku komunikasi menjadi sorotan atau sebagai unsur pokok dalam komunikasi dialogis. Dalam model ini, individu tidak menjadi objek atau subjek dari pihak lain, melainkan semuanya harus merasakan diri sebagai subjek. Dalam musyawarah misalnya, individu dapat menerangkan mengenai dirinya sendiri maupun orang lain dengan kognisi yang ada di dalamnya. Lewat pengungkapan diri tersebut memungkinkan adanya pengembangan diri dalam proses sosial. Pada akhirnya, keputusan yang diambil si subjek dapat diinteraksionalisasi menjadi miliknya, dan kemudian menjadi milik bersama sebagai mufakat.
(Christo Napitupulu, academia.edu, 2014:7-8)
Interaksionisme bukan hanya memandang interaksi sebagai proses komunikasi yang merupakan bagian dari pengalaman diri namun lebih menerangkan perkembangan diri individu tersebut. Melalui proses penunjukan diri, Self Improvement’ ini dilihat dalam bagaimana individu dapat ‘bergerak keluar’ dari diri dan melibatkan dirinya dalam introspeksi / pengoreksian diri dari sudut pandang orang lain.
Individu dinilai dapat mengambil peran di luar konsep dirinya yang memungkinkan adanya pengembangan diri semata-mata sebagai proses sosial (adaptasi) dalam proses introspeksi maupun ekstrospeksi. Pengambilan peran di sini dinilai sebagai unsur sentral sekaligus merupakan unsur yang unik pada interaksi dalam komunikasi manusia.
Perspektif interaksional menekankan tindakan yang bersifat simbolis dalam suatu perkembangan yang merupakan proses dari komunikasi manusia. Penekanan terhadap tindakan inilah yang menunjang munculnya pengambilan peran untuk mengembangkan tindakan bersama atau mempersatukan tindakan indicidu dengan individu lain untuk membentuk suatu kolektivitas. Tindakan bersama dari kolektivitas tersebut menggambarkan adanya pengelompokkan sosial dengan perasaan kebersamaan yang memungkinkan adanya timbal balik di dalamnya.
Dalam perspektif ini, terdapat sistem perilaku yang dipahami dari komunikasi. Komponen-komponennya berupa pola, interaksi sistem, struktur, dan fungsi. Fokus utamanya terdapat pada perilaku interaktif.
Menurut Arifin (2003: 34), karakteristik utama paradigm interaksional ialah penonjolan nilai individu di atas segala pengaruh yang lainnya. Hal itu disebabkan manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan, serta masyarakat dan buah pikiran. Justru itu, setiap bentuk interaksi sosial dimulai dan berakhir dengan mempertimbangkan diri manusia. Itulah sebabnya perspektif ini, dipandang paling manusiawi di antara semua perspektif komunikasi yang ada. (Christo Napitupulu, academia.edu, 2014:7-8)
Perspektif Interaksional dalam komunikasi sangat sering dinyatakan sebagai komunikasi dialogis. Terjadi suatu dialog antara orang yang sedang berkomunikasi tentunya. Manusia saling berdialog dengan terbuka, pengungkapan diri dan saling memberi pengertian dengan pengembangan diri melalui interaksi sosial.
Manusia sebagai pelaku komunikasi menjadi sorotan atau sebagai unsur pokok dalam komunikasi dialogis. Dalam model ini, individu tidak menjadi objek atau subjek dari pihak lain, melainkan semuanya harus merasakan diri sebagai subjek. Dalam musyawarah misalnya, individu dapat menerangkan mengenai dirinya sendiri maupun orang lain dengan kognisi yang ada di dalamnya. Lewat pengungkapan diri tersebut memungkinkan adanya pengembangan diri dalam proses sosial. Pada akhirnya, keputusan yang diambil si subjek dapat diinteraksionalisasi menjadi miliknya, dan kemudian menjadi milik bersama sebagai mufakat.
Komentar
Posting Komentar